Oleh: Trisnawaty SPsi MPsi Psikolog
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin
Makassar
Di
sebuah kafe yang ramai, seorang remaja bernama Rani selalu duduk di sudut
ruangan dengan mata yang terus-menerus terpaku pada layar smartphonenya.
Pada suatu sore, ia bertemu dengan sahabat lamanya bernama Dini, untuk sekedar
bercengkerama dan melepas rindu. Saat Dini datang dan menyapa, Rani hanya
memberikan anggukan singkat tanpa menatap matanya, seolah-olah tidak tertarik
dengan kehadiran Dini. Percakapan mereka terasa canggung karena Rani
terus-menerus memperhatikan layar smartphonenya, bahkan ketika Dini
sedang berbicara. Rani seolah-olah memberikan silent treatment kepada Dini,
membuat Dini merasa tidak dihiraukan dan ditolak secara sosial. Di tengah
percakapan, Rani beberapa kali menerima panggilan telepon tanpa meminta maaf
atau memberikan penjelasan kepada Dini. Ia juga terus-menerus mengirim dan
membalas pesan singkat, mengecek notifikasi media sosial, dan menunjukkan
obsesi terhadap smartphonenya. Ketika Dini mencoba menarik perhatian
Rani dengan cerita-cerita menarik, Rani hanya memberikan respon singkat tanpa
mengangkat pandangannya dari layar smartphone. Obsesi Rani terhadap
ponselnya begitu tinggi sehingga ia merasa cemas ketika jauh dari perangkat
tersebut, menunjukkan kelekatan yang berlebihan dan kesulitan dalam mengatur
penggunaannya. Secara sosial, Ia juga kesulitan menjalin komunikasi yang
bermakna karena fokus dengan ponselnya.
Apakah anda pernah mengalami kejadian seperti yang terjadi pada Dini? Atau anda sendiri sering melakukan perilaku yang dilakukan oleh Rani?. Perilaku tersebut di sebut Phone Snubbing atau disingkat Phubbing. Phubbing adalah perilaku individu yang fokus dan sibuk dengan smartphone mereka saat berbincang dengan lawan bicara, dan mengabaikan komunikasi interpersonalnya. Kata phubbing merupakan singkatan dari dua kata phone dan snubbing, yang berarti 'telephone' dan 'mengabaikan’. Phubbing didefenisikan sebagai perilaku yang dapat menyakiti orang lain saat berinteraksi sosial karena mengabaikan orang lain dan lebih fokus pada smartphonenya daripada melakukan komunikasi secara tatap muka. Phubbing ini berkembang dan sangat umum terjadi di kalangan gen Z. Gen Z merupakan kelompok masyarakat yang sedari kecil telah terpapar dan familiar dengan teknologi berbasis internet, seperti menggunakan smartphone. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk berselancar di dunia maya dan mengakses smartphone mereka. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), pengguna internet di kalangan remaja usia 13-18 tahun mencapai 99,16%, dan untuk kelompok usia 19-34 tahun sebesar 98,64% pada tahun 2022 (Badan Pusat Statistik) (Databoks). Sedangkan, data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, 79,5% populasi Indonesia telah terhubung ke internet, dengan mayoritas pengguna berasal dari kelompok usia remaja dan dewasa muda (APJII). Rata-rata waktu yang dihabiskan remaja Indonesia untuk menggunakan media sosial melalui smartphone adalah 3 jam 26 menit per hari, lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang hanya 2 jam 16 menit per hari (UNAIR News). Perilaku phubbing ini tidak hanya menurunkan kualitas interaksi sosial, tetapi juga dapat mengganggu kualitas hubungan interpersonal, menyebabkan seseorang merasa lebih terisolasi, dan bahkan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Lalu apa penyebab phubbing?. Phubbing disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1. Kecanduan. Kecanduan ini meliputi: (a).
Kecanduan smartphone atau ponsel. Kecanduan teknologi dapat terjadi jika
teknologi digunakan terlalu sering. (b). Kecanduan dengan internet. Internet
menyebabkan ketergantungan dengan mudahnya akses informasi; (c). Kecanduan media
sosial. Media sosial menyebabkan keinginan kuat untuk selalu mengaksesnya; (d).
Kecanduan Game. Orang yang sering bermain game dan merasa ketergantungan dengan
game maka akan lebih sulit melepaskan diri dari penggunaan ponsel.
2. Perasaan tidak percaya diri maupun tidak
nyaman dengan kelompok sosial secara tatap muka menyebabkan seseorang merasa
lebih nyaman berinteraksi melalui mobile phone dan akhirnya mengabaikan
lawan bicara atau kelompok sosialnya. Phubbing menjadi salah satu cara
untuk menghindari percakapan langsung.
3. FOMO (Fear of Missing Out). Sering kali
seseorang ketakutan kehilangan informasi penting di medsos atau kehilangan
hal-hal viral di medsos sehingga terdorong untuk sering mengakses informasi
melalui smartphonenya.
4. Kontrol diri. Pada dasarnya, orang yang tidak
mampu mengatur emosi, sikap dan perilaku ketika dihadapkan dengan situasi
tertentu akan lebih mudah mengalami ketergantungan dengan smartphone
karena kesulitan dalam mengontrol penggunaan smartphonenya.
5. Mengalami kesepian dan kebosanan di waktu
luang. Orang yang memiliki waktu luang yang lebih banyak dan tidak mempunyai
kegiatan yang bermakna dan mengalami kondisi ketidakpuasan psikologis akan
berlama-lama berselancar di smartphonenya dan hal ini menyebabkan dia
lebih asik dan nyaman.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam
menyelesaikan perilaku phubbing adalah:
1. Membangun kesadaran diri. Sadar bahwa
penggunaan ponsel perlu diatur. Jika di awal membeli ponsel ada aturan pakai
agar ponsel itu awet maka kita pun harus ada dikesadaran bahwa penggunaannya
harus diatur agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
2. Aturan penggunaan ponsel. Penting untuk menerapkan
dan menyepakati aturan penggunaan ponsel dalam pertemuan sosial atau saat makan
bersama. Menonaktifkan ponsel atau gadget saat bersama keluarga atau teman,
penting dilakukan untuk menjaga kualitas waktu bersama
3. Zona bebas gadget. Tentukan area di rumah
seperti ruang makan atau ruang keluarga sebagai zona bebas gadget. Aturan ini membantu
seseorang dan anggota keluarga untuk fokus pada interaksi satu sama lain tanpa
gangguan.
4. Waktu bebas teknologi. Menyepakati waktu
tertentu untuk diri sendiri maupun semua anggota keluarga untuk meletakkan
gadget mereka dan melakukan aktivitas bersama, seperti bermain game kelompok,
olahraga bersama, atau hanya sekadar berbicara.
5. Memiliki kegiatan harian yang konsisten dan
menyenangkan seperti berolahraga secara teratur, membaca buku dan berkegiatan
dalam kelompok sosial yang banyak melakukan aktivitas di luar rumah.
6. Jika phubbing terjadi pada anak, maka
hal yang paling pertama dilakukan ada mengecek apakah kedua orang tua juga
sedang mengalami phubbing. Karena orang tua adalah contoh terbaik dalam
menyebabkan phubbing pada anak. Jadi mulai dari orang tua dulu yang harus
sembuh dari phubbing. Lalu selanjutnya melakukan point 1-5 di atas untuk
si anak.
7. Jika sudah sangat sulit untuk melepaskan diri
dari ponsel, cobalah untuk melatih diri secara bertahap dalam mengurangi
penggunaan ponsel. Mulailah dengan tidak memegang ponsel selama satu jam.
Setelah beberapa hari, tambahkan durasi tersebut menjadi lebih dari satu jam.
Pada hari-hari berikutnya, teruslah memperpanjang waktu tanpa ponsel hingga
Anda terbiasa menyimpan ponsel dan dapat fokus menyelesaikan pekerjaan Anda
atau terhubung secara sosial. Jika belum mampu juga, bisa berkonsultasi lebih
lanjut dengan psikolog.
Saat ini, kemampuan untuk menggunakan
teknologi digital secara efektif, pemahaman tentang bagaimana dan kapan
menggunakan teknologi secara moral, bertanggung jawab dan bijaksana terutama
dalam konteks sosial menjadi sangat penting. Mari kita bersama-sama berkomitmen
untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi, memastikan bahwa ponsel tidak
menghalangi kita dari menjalin hubungan yang lebih erat dan bermakna dengan
orang-orang di sekitar kita.